Senin, 03 Oktober 2011

Pengendalian Hayati dan Pengeloloaan Habitat


1. Daya klangsungan hdp (survivalnya baik)
2. Hnya 1 ato sdikit indvidu inang d prlukan utk mlngkpi daur hdpnya
3. Ppulasi parasitoid dpt brthn mskpun pd aras pplasi inang yg rndah
4. Sbgian bsar prasitoid mno fak atau oligofak

KELEMAHAN DALAM PENGGUNAAN PARASITOID
1. Fktor cuaca n lngkungan lainnya sring brubh
2. Srangga btina brperan utama dlm pncrian inang utk mletakkan telur
3. Parasitoid mmliki daya cara tnggi mnghsilkan tlur sdikit

INANG DEFINITIF adlh inang yg dprgnakn olh induk (dwasa) parasit, fase dwasa yg akan mmanfaatknnya scra insting prasitoid mmliki inang yg tpat utk klngsungan hdpnya

INANG INTERMEDIATE adlh inang yg hny dprgnakn olh fase pndwasa artnya induk tdk mngenal scra psti inangnya n ada kalanya prasit mltakkan tlur ksmbarang t4 n ia tdk tau inang bagi larvanya

PARASITOID GANDA adalah dmanan lbh 1 spcies parasit mnyrang scra brsma dlm 1 inang

Xanthomonas axonopodis pv. glycines, merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia. Xanthomonas axonopodis pv. glycines, disamping menyerang daun kedelai, juga merupakan patogen terbawa benih. Daun yang terinfeksi berat akan menguning dan gugur. Bahkan pada tanaman yang rentan,infeksi yang berat dapat mengakibatkan defoliasi total. Penyakit ini diperkirakan terdapat di seluruh wilayah penanaman kedelai di dunia terutama yang beriklim hangat dan lembab.Identifikasi dan deteksi secara visual bakteri ini pada benih sulit dilakukan karena benih yangterinfeksi bakteri tidak menunjukkan gejala yang khas.
Morfologi bakteri ini berbentuk batang dengan flagellum polar, bersifat aerobic dengan ukuran 0.4-0.9 x 0.6-2.6 µm . Membentuk kapsula, tidak menghasilkan spora. Biakan yang dihasilkan memiliki warna putih kekuningan, berbentuk bundar, permukaan tepi halus serta berlendir. Hampir semuanya monotrichus, bersifat gram negative yaitu bakteri yang tidak dapat diberi warna atau menyerap warna oleh pewarna crystal violet (pewarna gram), menyebabkan nekrose (kematian jaringan setempat) pada tumbuhan monokotil dan dikotil.Penyakit ini biasa disebut dengan istilah bisul bakteri (bacterial pustule). Penyakit ini termasuk salah satu penyakit penting pada kedelai di Indonesia. Penyakit tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia. Bahkan menurut Nyvall (1979) dalam Semangun bahwa dapat dikatakan penyakit ini tersebar di seluruh dunia dimana kedelai berada (Semangun, 1991).

Gejala
Bagian daun mula-mula terjadi bercak kecil berwarna hijau kekuningan dengan bagian tengahnya agak menonjol. Bercak ini tidak tampak kebasah-basahan seperti kebanyakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Bercak berkembang menjadi lebih besar, dan bagian tengahnya, terutama pada bagian bawah daun, terdapat tonjolan berwarna colat muda. Bercak yang ada mempunyai ukuran yang bervariasi. Bercak mongering dan sering mengakibatkan sobeknya daun(Semangun, 1991).
Gejala bisul daun sering dikacaukan dengan munculnya gejala karat daun yang disebabkan oleh jamur Phakospora pachryhizi Syd. Perbedaanya adalah pada penyakit bisul daun, tidak terdapat lubang yang mengeluarkan spora seperti yang terjadi pada gejala penyakit karat daun. Pada gejala penyakit bisul, terdapat satu celah yang melewati pusat bercak (Nyvall, 1979, pada Semangun, 1991). Pada polong varietas yang rentan penyakit ini menyebabkan terjadinya bercak kecil berwarna coklat kemerahan.

Biologi
Bakteri ini hidup dengan cara mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada biji. Menurut Nyvall, bakteri ini juga bertahan pada rhizofer tanaman lain, antara lain gandum. Infeksi pada tanaman terjadi melalui mulut kulit dan hidatoda (pori air), bakteri selanjutnya berkembang dalam ruang antarsel. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Pemencaran bakteri dipengaruhi terutama oleh percikan yang ditimbulkan oleh air hujan, terutama jika hujan disertai dengan angin keras. Selain itudapat terjadi karena adanya singgungan antar daun, dank arena bersentuhan dengan alat-alat pertanian yang terkontaminasi pada saat daun dalam keadaan basah (Semangun, 1991). Bakteri ini hidup dengan cara mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada biji. Menurut Nyvall, bakteri ini juga bertahan pada rhizofer tanaman lain, antara lain gandum. Infeksi pada tanaman terjadi melalui mulut kulit dan hidatoda (pori air), bakteri selanjutnya berkembang dalam ruang antarsel. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Pemencaran bakteri dipengaruhi terutama oleh percikan yang ditimbulkan oleh air hujan, terutama jika hujan disertai dengan angin keras. Selain itu dapat terjadi karena adanya singgungan antar daun, dan arena bersentuhan dengan alat-alat pertanian yang terkontaminasi pada saat daun dalam keadaan basah.
Rhizobakteria merupakan kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizofer tanaman. Kelompok rhizobakteria ini diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman dapat meningkat. Hellriegel dan Wilfarth (1889) merupakan peneliti pertama yang melaporkan manfaat dari kelompok bakteri ini dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang-kacangan, sejak saat itu berkembanglah penelitian-penelitian untuk mencari mikroorganisme yang dapat meningkatkan produksi tanaman.
Rizosfer adalah bagian tanah di mana lebih banyak terdapat bakteri di sekitar akar tanaman daripada tanah yang jauh dari akar tanaman. Rizosfer juga dibedakan menjadi daerah permukaan akar (rizoplan) dan daerah sebelah luar dari akar itu sendiri (endorizosfer). Selain menghasilkan efek biologi, akar juga mempengaruhi sifat kimia dan sifat fisika tanah, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi mikroorganisme tanah. Pentingnya populasi mikrobia di sekitar rizosfer adalah untuk memelihara kesehatan akar, pengambilan nutrisi atau unsur hara, dan toleran terhadap stress / cekaman lingkungan pada saat sekarang telah dikenal.
Jumlah rizosfer meningkat pada tanah-tanah yang kering dibandingkan pada tanah-tanah basah. Temperatur dan kelembaban secara langsung berpengaruh terhadap mikroorganisme, dan secara tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh tidak langsung inilah yang kelihatannya lebih penting. Beberapa organisme secara nyata dapat langsung beradaptasi dengan rizosfer, namun dalam keberhasilannya membentuk koloni dengan akar dipengaruhi oleh adanya kompetisi dengan organisme lain dan kondisi tanamannya.
Rizoplan adalah habitat khusus atau lokasi aktivitas mikrobia. Rizoplan atau permukaan akar mendukung terjadinya aktivitas biologi yang tinggi serta memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pengaruh akar pada mikroflora dan mikrofauna tanah. Analisa terhadap struktur halus atau lapisan epitel dari perakaran tanaman setelah diinokulasi dengan bakteri khusus menunjukkan bahwa bakteri menjadi lekat pada permukaan perakaran dengan bantuan dari lapisan eksternal yang bersifat musilagen atau disebut ‘musigel’ yang secara normal terdapat pada sistem perakaran yang sedang aktif tumbuh.
Endofit adalah bakteri yang menempati jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman. Sebaliknya, bakteri endofit tersebut ada yang mampu memproduksi senyawa-senyawa bermanfaat seperti senyawa antimikrobial, enzim pendegradasi dinding sel maupun zat pengatur tumbuh auxin, sitokinin dan etilin. Senyawa metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikrobia tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan dapat menambah panjang akar, jumlah cabang akar dan rambut akar, berat kering akar maupun panjang batang pada berbagai jenis tanaman.
Menurut Hallmann (2001), bakteri endofit adalah bakteri yang menempati jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman. Sebaliknya, bakteri endofit tersebut ada yang mampu memproduksi senyawa-senyawa bermanfaat seperti senyawa antimikrobial, enzim pendegradasi dinding sel maupun zat pengatur tumbuh auxin, sitokinin dan etilin (Persello-Cartieaux, et al., 2003).
Pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid merupakan suatu alternatif strategi pengendalian hama yang saat ini mulai ditumbuh kembangkan untuk menggantikan peran pestisida yang cenderung berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.  Metode pengendalian hayati yang praktis dan lebih rasional diintroduksikan kepada masyarakat adalah meningkatkan peran kompleks parasitoid melalui pengelolaan habitat.
2.1 Pengertian Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Usaha pengendalian hama yang mengikutsertakan organisme hidup, oleh karena itu pengendalian hama dengan teknik jantan mandul, varietas tahan hama, dan manipulasi genetik termasuk dalam pengertian pengendalian hayati.
Pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan.Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama yang bersangkutan. Ketersediaan lingkungan yang cocok bagi perkembangan musuh alami merupakan prasarat akan keberhasilan pengendalian hayati. Perbaikan teknologi introduksi, mass rearing dan pelepasan di lapangan akan mendukung dan meningkatkan fungsi musuh alami.
2.2 Tujuan dan Pendekatan Pengendalian Hayati
Ada tiga tujuan dari pengendalian hayati, yaitu reduksi, pencegahan, dan penundaan. Reduksi populasi hama dilakukan setelah hama mencapai tingkat yang menimbulkan masalah. Dengan reduksi, populasi hama diharapkan dapat berkurang ke tingkat yang cukup rendah sehingga hama tidak lagi menimbulkan masalah dalam jangka waktu yang lama. Pencegahan dalam pengendalian hayati dimaksudkan untuk menjaga populasi hama potensial agar tidak mencapai tingkat luka ekonomi (TLE). Pencegahan membutuhkan intervensi awal sebelum hama potensial berkembang mencapai atau melewati TLE. Pada penundaan, populasi hama dapat berkembang ke tingkat yang tinggi, tetapi terjadi ketika serangga tidak lagi dianggap sebagai hama karena berada di luar jendela waktu. Penundaan perkembangan hama membutuhkan intervensi awal sebelum populasi hama potensial mencapai atau melewati TLE.
Tiga pendekatan dalam pengendalian hayati adalah importasi atau yang disebut pula dengan sebutan pengendalian hayati klasik, augmentasi, dan konservasi. Pendekatan importasi melibatkan introduksi musuh alami (pemangsa, parasitoid, dan patogen) eksotik, dan umumnya digunakan untuk melawan hama eksotik pula. Pendekatannya didasarkan pada pemahaman bahwa makhluk hidup yang tidak disertai dengan musuh alami asli akan lebih bugar (fit) dan akan lebih melimpah dan lebih mampu bersaing daripada yang menjadi subjek pengendalian alami. Untuk mengendalikannya perlu dicarikan musuh alami yang efektif di tempat asalnya. Praktek augmentasi didasarkan pada pengetahuan atau asumsi bahwa pada beberapa situasi jumlah individu atau jenis musuh alami tidak cukup memadai untuk mengendalikan hama secara optimal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas pengendalian hama, jumlah musuh alami perlu ditambah melalui pelepasan secara periodik. Ada dua pendekatan augmentasi, yaitu inokulasi sejumlah kecil musuh alami dan inundasi (membanjiri) dengan jumlah yang besar, tergantung pada tujuannya. Pengendalian hayati konservasi pada dasarnya adalah melindungi, memelihara, dan meningkatkan efektivitas populasi musuh alami yang sudah ada di suatu habitat. Konservasi merupakan pendekatan paling penting jika kita ingin memelihara populasi musuh alami, baik asli maupun eksotik, di dalam ekosistem pertanian.

1 komentar: